TjMRlr4CceqlrtkB0Ce0BnkM2b5IZCPJzobEJ1si
Bookmark

Belajar Deduktif Reasoning Ala-Ala Sherlock Holmes


Sherlock Holmes merupakan tokoh fiktif yang dilahirkan oleh Sir Arthur Conan Doyle. Ia merupakan tokoh detektif konsultan yang dimunculkan dalam novel dan cerpen. Secara keseluruhan, setidaknya 4 novel dan 56 cerita pendek telah dituliskan oleh Sir Arthur Conan Doyle. Kumpulan cerita pendek Sherlock Holmes tersebut, tertuang ke dalam lima seri yaitu :
  1. The Adventure of Sherlock Holmes
  2. The Memoirs of Sherlock Holmes
  3. The Return of Sherlock Holmes
  4. His Last Bow: Some Later Reminiscences of Sherlock Holmes
  5. The Chase Book of Sherlock Holmes.

Sebagian besar kisahnya dituliskan oleh rekan kerja sekaligus temannya, dr. John. H. Watson, yang menemaninya di kamar sewa, Baker Street No. 221B, London. Berlatar pada akhir abad ke-18, petualangan detektif konsultan ini begitu menarik dengan menyajikan penalaran deduktif yang begitu luar biasa. Lantas apa itu penalaran deduktif sebenarnya?

Penalaran Deduktif dan Sejarahnya

Aristoteles
Penalaran deduktif atau deductive reasoning merupakan proses menarik kesimpulan dari premis umum untuk menghasilkan kesimpulan khusus yang logis. Proses ini banyak dikembangkan oleh para filsuf Yunani klasik, terutama Aristoteles, yang dikenal dengan Silogisme. Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak Penalaran Deduktif, karena dia yang banyak mengembangkan metode ini. Terdapat beberapa bentuk silogisme yang dinamai oleh Kaum Skolastik. Bentuk yang paling dikenal yaitu Barbara:

Semua manusia fana (premis mayor).
Sokrates adalah seorang manusia (premis minor).
Dengan demikian: Sokrates fana. (kesimpulan).

Bentuk lainnya yang dikenal dengan Celarent: Tak ada ikan yang rasional, semua hiu adalah ikan, dengan demikian tidak ada hiu yang rasional. Kemudian Darii: Semua manusia rasional, sebagian binatang adalah manusia, dengan demikian sebagian binatang adalah rasional. Bentuk Ferio: Tak ada orang Yunani berkulit hitam, sebagian manusia adalah orang Yunani, dengan demikian sebagian manusia tak berkulit hitam. Keempat jenis Silogisme ini merupakan bentuk pertama, yang kemudian ditambahkan bentuk kedua dan ketiga oleh Aristoteles, dan bentuk keempat oleh Kaum Skolastik. (Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang)

Hakikat Esensial dalam Premis Mayor

Bahasan mengenai silogisme dapat ditemukan dalam karya Aristoteles, The Prior Analytics. Sementara dalam The Posterior Analytics, sebagian besar membahas persoalan yang tentu menimbulkan gangguan bagi teori deduktif manapun, yaitu Bagaimanakah premis mayor bisa diperoleh?

Metode deduktif berangkat dari suatu tempat yang dikenal dengan premis mayor atau premis pertama, oleh karena itu premis ini haruslah sesuatu yang tak terbukti, atau dengan kata lain benar tanpa melalui pembuktian. Teori ini berpijak pada gagasan tentang esensi. Sebuah definisi, menurut Aristoteles, adalah pernyataan tentang hakikat esensial sesuatu. Sementara itu, esensi sendiri diartikan sesuatu yang merupakan sifat-sifat hal itu yang jika diubah maka hal itu akan kehilangan identitasnya. 

Contohnya : 
Semua manusia fana.
Dalam premis ini, fana merupakan hakikat esensial daripada manusia itu sendiri, yang mana apabila dihilangkan maka bukan manusia lagi. Sesuatu yang tidak fana tentunya bukanlah manusia, bisa jadi dia adalah zat yang lebih sempurna, Tuhan barangkali.

Dari sini dapat kita pahami bagaimana premis mayor berangkat dan bisa ada. Nah, lantas bagaimana dengan penalaran-penalaran Sherlock dalam memecahkan kasus?

Sepenggal Cerita Sherlock Holmes

Akhirnya holmes menyerah, dan sambil tersenyum lesu dia mempersilahkan pengacau cantik itu duduk, lalu memintanya menceritakan masalah yang sedang mengganggunya.
"Paling tidak, pasti bukan masalah kesehatan," katanya sambil matanya yang menyelidik mengamati gadis itu secara keseluruhan. "Pengendara sepeda yang aktif pasti kuat tubuhnya."
Gadis itu menengok ke kakinya dengan heran, dan aku pun melihat bagian tengah sol sepatunya yang menjadi agak aus karena dipakai mengayuh sepeda. 
"Ya, saya banyak bersepeda, Mr. Holmes, dan itu ada kaitannya dengan kunjungan saya kemari."
Temanku menarik tangan gadis itu yang tak terbungkus sarung tangan dan mengamatinya dengan saksama, tapi tanpa perasaan apa-apa, bak seorang ahli terhadap objek percobaannya. 
"Maaf, ya. Saya perlu mengadakan pengamatan," katanya sambil melepaskan tangan gadis itu. "Hampir saja saya mengira bahwa Anda seorang tukang ketik. Ternyata Anda terjun di bidang musik. Ujung-ujung jari yang bulat itu, Watson, sebetulnya cocok untuk kedua profesi itu. Tapi wajahnya memancarkan semangat yang tak terlihat pada seorang tukang ketik. Jadi gadis ini pastilah seorang pemusik."
"Ya, Mr. Holmes, saya mengajar musik."
"Di pedesaan, ya, kalau dilihat dari kondisi kulit Anda."
"Ya, sir, dekat Farnham, di perbatasan Surrey".

Penggalan cerita di atas merupakan salah satu cerita pendek berjudul Gadis Pengendara Sepeda dalam seri the Return of Sherlock Holmes. Gadis tersebut memasuki kamar sang detektif di Baker Street untuk berkonsultasi dengannya dan seperti biasa Sherlock selalu menampilkan kemampuan deduksinya yang luar biasa. Perhatikan masing-masing penggalan ini :

Pengendara sepeda yang aktif pasti kuat tubuhnya. (premis mayor)
Gadis tersebut pengendara sepeda yang aktif. (premis minor)
Dengan demikian gadis tersebut kuat tubuhnya sehingga tidak akan berkonsultasi mengenai kesehatan. (kesimpulan)

Premis mayor merupakan definisi, sementara premis minor didapatkan olehnya melalui observasi atau pengamatan dimana bagian tengah sol sepatunya agak aus karena mengayuh sepeda. Hal yang sama dilakukan untuk memberikan kesimpulan mengenai profesi gadis tersebut sebagai pemusik yang tinggal di pedesaan. Metode ini dipakainya tidak hanya untuk mengenali kliennya, namun juga dalam memecahkan kasus-kasus yang ditanganinya. Bagaimana, menarik bukan?

Akhir kata, saya Yusuf Rhamadan tentu berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan menggugah hati untuk banyak belajar kembali mengenai logika dan proses-proses menarik kesimpulan. Saya yang berlatar belakang mahasiswa matematika sangat terbantu oleh metode deduktif, mengingat sebagian besar matematika sendiri menggunakan logika deduktif. Dilain sisi, pesan dari saya tidak lain yaitu sangatlah tidak benar menarik sebuah kesimpulan tanpa pertimbangan data dan fakta (premis yang valid), oleh karenanya sudah semestinya kita banyak belajar dan membaca lagi, tidak hanya cerpen, novel, bahkan dari film juga.
Posting Komentar

Posting Komentar