TjMRlr4CceqlrtkB0Ce0BnkM2b5IZCPJzobEJ1si
Bookmark

Ulasan Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno


Filsafat Pancasila - Apologi
Judul Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno
Pengarang Ir. Soekarno
Penerbit Media Pressindi
Tebal Buku viii + 328 hlm
Dimensi 13 x 19 cm
Cetakan ke-4
ISBN 978-602-5752-80-3

Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila

BUNG KARNO: Pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila pada tanggal 26 Mei 1958 di Istana Bogor, Jakarta

Ketuhanan merupakan sila pertama dalam Pancasila kita, namun sekali lagi Bung Karno menegaskan bahwasanya urutan daripada lima saripati bangsa ini bukanlah sesuatu yang perlu untuk diperdebatkan lagi. Dalam hal ketuhanan, Soekarno membagi masyarakat Indonesia menjadi beberapa saf-saf untuk mempermudah kita dalam menelaah ketuhanan itu sendiri. Saf-saf tersebut yaitu pra-hindu, hindu, islam, dan imperialisme-kolonialisme.

Kemudian beliau memulai dari jaman anthropus (manusia) pertama dengan membaginya lagi ke 5 tahapan atau fase kehidupan. Hal ini di dorong oleh ditemukannya bukti Evolusi manusia, Phitecanthropus Erectus di Trinil, Ngawi. Phitecus berarti monyet, anthropus berarti manusia, erectus berdiri atau berjalan dengan dua kaki. Kerangkanya ditemukan tenggelam dalam bumi Indonesia, terkubur dalam batu yang diperkirakan usia batu tersebut setidaknya 550 juta tahun.
  1. Fase pertama, hidup dalam gua, nomaden, mencari ikan disungai (berburu)
  2. Fase kedua, memelihara hewan-hewan (berternak)
  3. Fase ketiga, mulai menetap, bercocok tanam
  4. Fase keempat, membuat alat penunjang kehidupan dan menukarkannya
  5. Fase kelima, modernisasi alat-alat produksi (Revolusi Industri)

Siapa yang disembah?

Pada fase pertama, Bhagawad Gita menegaskan bahwa jiwa manusia sejak zaman dulu itu ada yang disembah. Contohnya orang-orang Skandinavia yang menyembah petir, Kung Thor, orang-orang Yogyakarta yang mendengar gemuruh ombak laut kidul dan angin selatan mengatakan: lampor, lampor, lampor, kemudian menyalakan lentera (menyembah angin), menyembah bintang, matahari, awan, dsb.

Fase kedua, manusia mulai menyembah binatang yang memberi manfaat. Contohnya Mesir yang menyembah sapi bernawa Apis dan burung Osiris, India yang menyembah sapi.

Fase ketiga, masa Anthropomorph (Antropus berarti manusia, morph berarti bentuk) Tuhan mulai diwujudkan dalam bentuk manusia, direalisasikan sebagai manusia, kemudian dibuat arca/patung. Ini merupakan fase terakhir untuk Tuhan yang dimatteriilkan, dibendakan. Contohnya Dewi Sri, Dewi Laksmi, Dewi Saipohaci di Pasundan (Pertanian).

Fase keempat, fase produksi dan yang berperan penting adalah akal. Oleh karenanya Tuhan bersaing di sini, di akal. Apa yang disembah kemudian menjadi ghaib. Fase dimana tuhan sudah tidak lagi bisa diraba, dilihat, diwujudkan atau dibendakan.

Fase kelima, fase penyempurnaan yaitu fase dimana Tuhan sudah benar-benar sempurna. Namun pada fase ini muncul yang melebihi akal, yaitu atheisme dimana manusia mengaku tuhan karena dia mampu menciptakan sesuatu yang baru, seperti listrik, petir, cahaya, dsb.

Dari sini Soekarno ingin menjelaskan bahwasanya bangsa Indonesia sudah ber-Tuhan sejak sebelum Hinduisme masuk. Beliau juga menegaskan tentang apa yang dikatakan dalam kitab Baghawad Gita, bahwasanya dari dulu manusia menyembah Tuhan hanya saja berbeda dalam mengenali Tuhannya. Hal ini dianalogikan dalam  kisah 5 orang buta yang berkeinginan mengenal seekor gajah. 5 orang tersebut kemudian menghampiri pemilik gajah dan menjelaskan maksudnya. Pemilik gajah-pun akhirnya memberi kesempatan kepada mereka untuk memegang gajah. Orang pertama memegang belalainya, lalu mengatakan gajah seperti ular. Orang kedua memegang kakinya dan mengatakan gajah seperti pohon kelapa namun empuk. Orang ketiga memegang telinganya dan mengatakan gajah seperti daun keladi, orang keempat memegang ekornya dan mengatakan gajah seperti pecut, cemeti. Orang terakhir tidak memegang apa-apa, dia mengatakan gajah seperti hawa (udara).

Inilah gambaran daripada ketuhanan di Indonesia itu sendiri, sudah aja sejak zaman dulu sekali. Oleh karena itu, ketuhanan harus ada dalam Pancasila, karena untuk menjadi satu bangsa yang mengejar kebajikan, mengejar kebaikan maka elemen ketuhanan menjadi elemen penting dan dinyatakan dengan tegas.

Kebangsaan dalam Pancasila

BUNG KARNO: Pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila pada tanggal 16 Juni 1958 di Istana Negara, Jakarta

Mengenai kebangsaan, Soekarno memulai dari syarat berdirinya suatu negara, yaitu teritoor (wilayah), rakyat, dan pemerintah. Namun yang dilihat disini  yaitu rakyat dimana akan lebih sempurna bila rakyat yang satu nation, yolks, bangsa. Melihat bagaimana negara dan kemerdekaannya juga diraih karena rasa kebangsaan.

Apa itu Bangsa?

Bangsa adalah "le desir d'etre ensemble" kata Ernest Renan, yang berarti kehendak akan bersatu. Ernest Renan (Universitas Sarbonne, Paris) menolak akan persatuan bahasa, agama, warna kulit, dan keturunan dalam konsep kebangsaan.

Dilengkapi dengan statement Otto Bauer (teman dengan Fritz Adler, Internationale 2,5) dalam bukunya Die Nationalitatenfrage, "eine nation ist eine aus chiksals-gemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft" yang berarti sebuah persatuan perangai yang ada karena merasa senasib. "Bangsa adalah satu persamaan, satu kesatuan karakter, watak, yang persatuan karakter atau watak ini tumbuh, lahir, terjadi karena persatuan pengalaman". Nasib yang sama akan membentuk watak yang sama, yang kemudian menumbuhkan sifat bangsa. Contoh sifat bangsa yaitu Italia  yang artistik, India yang religius, dan Inggris yang haus akan kekuasaan (bisa dilihat bagaimana mereka melambangkan "I" atau "Aku" dengan huruf kapital).

Disempurnakan dengan geopolitik seperti bagaimana pemimpin perempuan India berkata,

"Come to my home with a roof made of snow and wall made of the mighty ocean" 
Sarojini Naidu

Berarti atapnya merupakan gunung himalaya, dan dikelilingi samudera hindia, yang menunjukkan tanah bangsa India dan Pakistan (sejatinya satu bangsa). 

"Bangsa adalah segerombolan manusia yang -kalau mengambil Renan- keras ia punya le desir d'etre ensemble, -kalau mengambil Otto Bauer- keras ia punya Charaktergemeinschaft, tetapi yang berdiam di atas satu wilayah geopolitik yang nyata satu persatuan, satu kesatuan"
Soekarno

Siapakah Bangsa Indonesia?

Bung Karno menerima keduanya baik Ernest Renan maupun Otto Bauer. Namun keduanya belum cukup, dengan lahirnya geopolitik maka Bung Karno melengkapi dengan tanah air, dari ufuk timur yaitu Merauke hingga barat terbenamnya mentari di Sabang sana. Inilah Bangsa Indonesia, bangsa yang ada dari Sabang sampai Merauke, yang ada karena nasib yang sama, juga keingingan yang sama yaitu persatuan dan kesatuan.

Soekarno kemudian melanjutkan pada fenomena atau kejadian besar dalam sejarah. Fenomena lahirnya negara dari negara-negara kecil, contohnya Jerman, Italia, dan Jepang. Fenomena merdekanya negara-negara asia. Fenomena Lahirnya gerakan sosialis. Fenomena Atomic revolution. Fenomena Paradox Historis, ialah paradox dimana semakin kedepan rasa kebangsaan juga semakin dilunturkan oleh kemajuan tekhnologi yang bertolak belakang dengan sejarah yang membuktikan keinginan berbangsa semakin tinggi (hingga revolusi atau kemerdekaan). Hal ini yang menjadi tantangan bagi kita semua, karena Kebangsaan memperkokoh negara, massorganisasi yang berperan dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Perikemanusiaan dalam Pancasila 

BUNG KARNO: Pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila pada tanggal 5 Juli 1958 di Istana Negara, Jakarta

Apa itu Kemanusiaan dan Perikemanusiaan?

Kemanusiaan adalah alam manusia ini, sedangkan perikemanusiaan adalah jiwa yang merasakan bahwa antara manusia dengan lain manusia adalah hubungannya, karena manusia adalah homo socius. Kemanusiaan sudah ada sejak dulu, namun perikemanusiaan berkembang hingga hari ini. Oleh karena itu perikemanusiaan dilambangkan sebagai ikatan rantai yang tidak pernah terputus dan tidak berujung dalam Pancasila.

Latar belakang Perikemanusiaan

Disini Soekarno menelaah perikemanusiaan dari dua sudut pandang yaitu fase-fase daripada evolusi manusia dan agama. Pertama menyambung 5 fase kehidupan manusia yang dijelaskan sebelumnya.

Fase pertama kehidupan ialan kehidupan promiscuiteit, kehidupan tanpa hukum. Hingga kemudian wanita mulai menemukan selimut sederhana dari kulit hewan untuk menutupi anaknya. Mulailah wanita menemukan cocok tanam dan mengambil banyak peran. Hingga perempuan menemukan hukum pertama, hukum matrilineal atau keibuan. Dari sini perempuan berjasa dalam melahirkan dan memiliki hukum dalam mengatur lingkar keluarganya. Lingkar keluarga yang dipimpin perempuan mulai membesar, saling bersatu membentuk lingkar suku, saling besar membentuk lingkar bangsa. Seiring membesarnya lingkar-lingkar ini hukum dan perikemanusiaan semakin berkembang hingga sekompleks hari ini.

Sementara itu dari sudut pandang agama, Soekarno banyak menjelaskan tentang pelbagai agama dan kepercayaan.
  1. "de Godsdienst van Israel", nationale religie atau keyakinan kebangsaan daripada umat Musa, bangsa Yahudi yang dijanjikan akan "Het beloofde land", Tanah Israel. Melihat kisah bagaimana Musa membawa keluar daripada penindasan Firaun merupakan bentuk perikemanusiaan itu diperjuangkan.
  2. Budha Sakya Muni, Shidarta Gauttama (anak Raja Kapilawastu) yang bertapa untuk mencari kebenaran. Ia mengatakan tidak akan menjanjikan tanah layaknya Musa, ataupun India (Nationale religie) namun dapat membawa manusia kepada kebahagiaan, kepada Nirwana, dengan jalan membunuh 8 nafsu. Ajarannya ini kemudian yang disebut Budha Hinayana (Hina berarti kecil, Yana berarti kereta). Kemudian pengikutnya mengembangkan lagi menjadi Budha Mahayana (Maha berarti besar, Yana berarti kereta) dimana manusia akan mengalami reinkarnasi sesuai amal dikehidupan sebelumnya. Dari ajaran Budha Sakya Muni ini bisa dilihat bagaimana perikemanusiaan diperjuangkan dengan membunuh semua nafsu yang ada pada kalbu manusia atau berbuat kebajikan.
  3. "Heb God lief boven alles en Uw naasten gelijk U zelf", Cintailah Tuhan di atas segala hal dan cintailan sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri. Ajaran Isa yang merupakan ajaran yang didasarkan bukan kepada kebahagiaan, tetapi cinta dan kasih, liefde. Cinta kasih akan manusia merupakan bentuk perikemanusiaan.
  4. Adagium Twan Asi dalam ajaran Hinduisme, aku adalah kamu, kamu adalah aku. Dalam kitab Bhagawad Gita, disebut dengan Advaita, digambarkan melalui pertanyaan Arjuna terhadap Kresna. Advaita ialah persatuan dan kesatuan manusia dengan segala hal yang ada didunia ini, inilah Perikemanusiaan. Disaat Rama Kresna, guru dari pahlawan Vivecananda melihat orang kehujanan didepan terasnya. Dia tidak kehujanan namun dia merasakan bagaimana dinginnya hujan saat itu, itulah perikemanusiaan, Advaita dimana ia berhasil bersatu akan orang tersebut.
  5. Nabi Muhammad juga pernah melihat wanita yang memberi air kepada seekor anjing yang kehausan. Kemudian beliau berkata, "Masya Allah, sesungguhnya aku menyaksikan wanita ini masuk surga, oleh karena dia merasakan benar akan adanya hubungan antara dua makhluk ini".

Mengapa harus Perikemanusiaan? 

Masa Stalinisme merupakan masa yang berat bagi Uni Soviet. Leon Trotsky dengan teori permanent revolusi-nya beranggapan revolusi harus dilakukan di seluruh dunia, namun Stalin memilih fokus pada Soviet menyebabkan kontra dan pertentangan besar. Hingga akhirnya Stalin menang dan melakukan politik isolasi atau isolationisme. Ini merupakan gambaran akan bagaimana negara berjalan.

Namun baik seperti apapun politiknya, kita sudah memulai dari kebangsaan dan kemanusiaan. Maksudnya kemanusiaan yang kita tempuh untuk sesama bangsa Indonesia harusnya sudah dicapai melalui rasa kebangsaan, sementara untuk politik keluar, hubungan keluar , Internasionalisme, barulah kita dasarkan pada perikemanusiaan. Mengingat perikemanusiaan terus berkembang dan diperjuangkan sejak peradaban pertama lahir, maka perikemanusiaan menjadi sila juga dalam Pancasila.

Kedaulatan Rakyat dalam Pancasila

BUNG KARNO: Pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila pada tanggal 22 Juli 1958 di Istana Negara, Jakarta

Apa itu Kedaulatan Rakyat?

Kedaulatan rakyat atau demokrasi merupakan alat untuk mencapai suatu bentuk masyarakat yang dicita-citakan. Namun berbeda dengan Indonesia, demokrasi tidak hanya menjadi alat, namun keyakinan "geloof". Sehingga rakyat yang berdaulat menjadi corak yang khas daripada rakyat Indonesia, daripada negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini sudah dilihat dari bagaimana masyarakat dulu hidup 'bebrayan', menyelesaikan suatu masalah dengan musyawarah mufakat.

Latar belakang Demokrasi

Demokrasi parlementer merupakan tingkatan tertinggi daripada kapitalisme. Revolusi Perancis menjadi bukti bagaimana kelas pengusaha menggulingkan feodalisme dan aristokrasi saat itu dengan janji "liberte! egalite! fraternite!" atau "Kemerdekaan! Persamaan! Persaudaraan!". Liberty atau kebebasan juga yang kemudian membawa pada pemikiran akan kebabasan atau Liberalisme. Pada kancah teoritikal memang semua mendapat kebebasan contohnya bebas dipilih, namun pada teknis pelaksanaannya kaum menengah ke ataslah yang menguasai segala kebutuhan kampanye politik dan memenangkan mereka, contohnya media massa. Hal ini membuat kesadaran kelas tergugah. Lahirlah materialisme historis.

Bukan kesadaran manusia, alam pikiran manusia yang menentukan corak materiil masyarakat, produksi, bagaimana manusia mencari makan, dan tindakan ekonomi lainnya. Tapi sebaliknya, sejarah sudah membuktikan bahwa corak materiil, cara manusia bertingdak laku dalam ekonomi yang menentukan alam pikiran manusia, kesadaran manusia, inilah yang disebut materialisme historis.

Salah satu aliran Sosialisme yang memperjuangkan hal ini yaitu Fritz Adler dengan teori "social democratie" atau "politiek-economische-democratie", sama rata-sama rasa baik dari segi politik maupun ekonomi. Ideologi ini akan terus menekan kapitalisme hingga pada ujung terendah, yaitu fasisme dimana kaum proletar tidak lagi diberi ruang demokrasi.

Seperti apa Demokrasi Pancasila? 

Sudah jelas dikatakan Bung Karno, demokrasi kita ialah demokrasi dengan ciri khas Indonesia, demokrasi dengan corak kepribadian bangsa yang membawa amanat penderitaan bangsa kita sebelumnya, yang membawa cita-cita rakyat yang adil dan makmur. Sementara itu ide dan gagasan Soekarno saat itu yaitu Demokrasi Terpimpin.

Keadilan Sosial dalam Pancasila

BUNG KARNO: Pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila pada tanggal 3 September 1958 di Istana Negara, Jakarta

Apa itu Keadilan Sosial?

"Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak penghisapan. Tidak ada - sebagai yang saya katakan di dalam kuliah umum beberapa bulan yang lalu - exploitation de I'homme par I'homme. Semua bahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja". 
Soekarno

Bagaimana mencapai Keadilan Sosial?

Ada dua terori disini. Teori yang pertama ialah teori evolusi, dimana seiring perkembangan zaman -5 fase yang sebelumnya- maka manusia akan mengarah kepada sosialisme. Teori yang kedua ialah teori revolusi, dimana sosialisme dicapai dengan lompatan, perbahan secara tiba-tiba. Salah satu tokoh yang mengutarakan teori ini ialah Rosa Luxemburg. Contohnya yang terjadi pada Uni Soviet, Uzbekistan, dan Mongolia.

Bertrand Russell (Filsuf Inggris) mengatakan, dunia terpecah menjadi dua golongan, pengikut "Declaration of Independece" Thomas Jefferson dan "Communist Manifest" Karl Marx. Namun Soekarno menegaskan Indonesia masuk ke golongan ketiga, golongan yang tidak mengikuti Jefferson maupun Marx, golongan yang berdiri di atas kepribadian dirinya sendiri. Tidak perlu mengalami tiap fase (evolusi), tidak perlu juga mengalami revolusi dimana proletar menjadi diktator (diktatur proletariat) tetapi masing-masing rakyat Indonesia harus memberikan apa yang dia mampu untuk mencapai keadilan sosial ini.

"Sosialisme Indonesia, sosialisme Indonesia, sosialisme, sosialisme, adil makmur, adil makmur". Lagu yang merdu, yang memang menjadi cita-cita bangsa kita sejak berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun.
Soekarno

Ulasan Penulis

Artikel ini merupakan telaah pribadi saya, Yusuf Rhamadan dari tulisan Bung Karno dalam bukunya Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dilihat bahwasanya Pancasila sendiri bukan merupakan ciptaan Soekarno (sudah beberapa kali disampaikan), namun merupakan hasil penggaliannya terhadap bangsa kita sendiri. Dari penjelasan di atas juga dapat kita ketahui latar belakang dan landasan filosofis dari setiap sila daripada Pancasila itu sendiri. Penting sekali mempelajari kembali landasan filosofis dari ideologi kita, terlebih di tengah caruk maruk kondisi hari ini. Berbagai permasalahan mulai dari peraturan kontroversi (RKHUP, UU Ciptaker, UU Minerba, dsb.), konflik agraria, resesi ekonomi, dan banyak lagi tentu berakar dari ketidak tuntasan kita dalam memaknai Pancasila itu sendiri.
Posting Komentar

Posting Komentar